Friday, November 19, 2010

PIDATO STEVE JOBS DI ACARA WISUDA TENTANG TAKDIR, CINTA, DAN KEMATIAN

Siapa sih yang ga tau steve jobs apalagi yang pengguna stia produk produk apple, yaph.. steve jobs adalah pendiri Apple dan Pixar. biar lebih kenal stave jobs ini ada sebuah pidato memikat dari Steve Jobs  dalam acara wisuda Universitas Stanford angkatan 2005 yang tentunya udah di translate.

'You've got to find what you love,' Jobs says

Saya merasa terhormat bersama kalian hari ini dalam acara wisuda salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah diwisuda. Sejujurnya saya katakan, saat ini merupakan saat-saat terdekat saya pada sebuah acara wisuda. Hari ini saya ingin menceritakan kepada kalian 3 cerita pendek hidup saya. Hanya itu. Biasa-biasa saja. Hanya 3 cerita.

CERITA PERTAMA TENTANG PENGHUBUNGAN MOMEN-MOMEN.

Saya drop out dari Reed College setelah enam bulan pertama, tetapi saya tetap berada di lingkugan kampus selama kurang lebih 18 bulan sebelum saya benar-benar memutuskan untuk berhenti. Mengapa saya dropout?
Ini dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah seorang mahasiswi muda sebuah perguruan tinggi yang hamil di luar nikah dan dia memutuskan saya untuk diadopsi. Dia mempunyai keinginan yang kuat bahwa saya harus diadopsi oleh pasangan lulusan sebuah universitas, jadi segala sesuatunya sudah disiapkan dari awal bahwa saya akan diadopsi sejak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Selain itu, ketika saya dilahirkan mereka memutuskan bahwa mereka sangat menginginkan seorang bayi perempuan di menit-menit terakhir. Sehingga orangtua angkat saya, yang menunggu giliran, mendapat telepon ditengah malam: "Kami mempunyai seorang bayi lelaki yang tidakdiharapkan, apakah kamu menginginkannya?" Mereka menjawab: "tentu!".

Ibu kandung saya kemudian mengetahui bahwa ibu saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah saya tidak lulus SMA. Dia kemudian menolak untuk menandatangani perjanjian adopsi. Meskipun, akhirnya hatinya luluh ketika orangtua saya berjanji bahwa saya akan kuliah suatu hari nanti.
17 tahun kemudian, saya memang benar-benar kuliah. Waktu itu saya yang masih naif, memilih perguruan tinggi yang biaya pendidikannya hampir sama dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan yang dimiliki oleh orang tua saya habis untuk membiayai kuliah saya. Setelah enam bulan, saya tidak melihat bahwa hal ini sebegitu bernilainya. Sama sekali saya tidak tau apa yang sebenarnya ingin saya lakukan dalam hidup dan tidak tahu apakah kuliah akan menolong saya untuk menjawab itu semua. Di lain pihak, saya menghabiskan seluruh uang yang orang tua saya tabung sepanjang hidup mereka. Sehingga saya memutuskan untuk keluar dan mencoba untuk menguatkan diri bahwa apa yang saya lakukan tidak salah. Cukup menakutkan waktu itu, tetapi jika saya mengenang kembali, itu adalah salah satu keputusan terbaik yang pernah saya buat. Saat saya memutuskan untuk keluar, saya dapat berhenti mengambil kelas-kelas yang tidak menarik perhatian saya,dan hanya menghadiri kelas yang benar-benar menarik.
Akan tetapi, tidak lah semuanya romantis. Saya tidak tinggal di asrama, sehingga harus tidur di lantai teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Cola untuk ditukar dengan 5 sen yang akan saya gunakan untuk membeli makanan, dan saya akan berjalan sejauh 7 mil (+/- 10km) menuju kota lain setiap minggu malam untuk memperoleh makanan yang baik di candi Hare Krishna. Saya sangat menyukainya.
Kejadian-kejadian di mana saya menemui sandungan untuk mengikuti apa kata hati saya menjadi sesuatu yang tidak dapat dinilai dengan uang nantinya. 
Saya berikan satu contoh:
Saat itu, Reed College menawarkan kuliah kaligrafi yang mungkin merupakan yang terbaik di negara ini. Di sepanjang kampus tiap poster dan label yang dibuat sangatlah indah. Oleh karena saya drop out dan tidak mengikuti kelas normal, saya memutuskan untuk mengambil kelas kaligrafi untuk belajar bagaimana membuat itu semua. Saya belajar tentang tipe-tipe serif dan san serif, variasi jumlah spasi yang diperlukan di antara kombinasi-kombinasi huruf yang berbeda, dan juga tentang apa yang membuat tipografi sangat megah. Itu semua sangatlah indah, bersejarah, dan artistik di mana science tidak dapat menangkap itu semua, dan saya kira itu semua sangatlah menakjubkan.
Tidak satu pun dari ini semua memiliki setidaknya harapan untuk menjadi sesuatu yang berguna bagi hidup saya. Akan tetapi sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendesain komputer Macintosh pertama, semuanya seperti datang kembali kepada saya. Dan saya mendesain semuanya ke dalam Mac. Komputer itu merupakan komputer pertama yang didesain dengan tipografi yang indah. Jika saya tidak pernah mengambil kuliah itu sewaktu di kampus, Mac tidak akan mungkin mempunyai beragam tipe huruf atau spasi huruf-huruf yang proporsional. Dan semenjak Windows mengkopi Mac, sepertinya tidak ada PC yang memiliki hak milik itu semua. Jika saya tidak pernah drop out, saya tidak akan pernah mengikuti kuliah kaligrafi dan PC mungkin tidak akan pernah memiliki tipografi yang indah. Tentu saja sangatlah mustahil untuk menghubungkan semua momen-momen di masa depan ketika saya masih di kampus. Tetapi sangat, sangat jelas ketika saya menghubungkannya sepuluh tahun kemudian.
Lagi-lagi anda tidak akan pernah dapat menghubungkan momen-momen itu ke depan, anda hanya dapat menghubungkan itu semua dengan melihat ke belakang. Anda harus percaya kepada sesuatu - keberanian anda, takdir, hidup-mati, karma, apapun itu. Pendekatan ini tidak pernah membuat saya menyerah, akan tetapi membuat seluruh perubahan dalam hidup saya.

CERITA KEDUA TENTANG CINTA DAN KEHILANGAN.

Saya beruntung bahwa saya mengetahui apa yang ingin saya lakukan sejak awal. Woz dan saya memulai Apple di garasi rumah saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami berdua bekerja keras dan dalam sepuluh
tahun Apple berkembang dari hanya dua orang dalam sebuah garasi menjadi perusahaan bernilai $2 milyar dengan lebih dari 4000 pekerja.
Kami baru merilis ciptaan terbaik kami - Macintosh – setahun sebelumnya, di mana saat itu saya baru berusia 30 tahun. Akan tetapi kemudian saya dipecat. Bagaimana mungkin anda dipecat oleh perusahaan yang dibangun oleh anda sendiri? Well, dengan berkembangnya Apple kamu mempekerjakan orang-orang yang saya pikir sangat berbakat untuk menjalankan perusahaan dengan saya, dan untuk tahun-tahun pertama semuanya berjalan dengan sangat baik. Akan tetapi visi kami tentang masa depan menjadi berbeda dan kadang-kadang ini semua menjatuhkan kami.
Sehingga akhirnya Dewan Direktur memutuskan berpihak kepadanya. Sehingga saat berusia 30 saya dipecat dan berita ini terpublikasi ke khalayak ramai. Apa yang menjadi fokus hidup saya hilang, dan itu semua sangatlah menghancurkan saya.
Saya benar-benar tidak mengetahui apa yang harus saya lakukan untuk beberapa bulan. Saya merasa bahwa saya telah membiarkan generasi pengusaha sebelumnya runtuh. Saya bertemu dan meminta maaf kepada David Packard dan Bob Noyce. Kesalahan saya sudah diketahui oleh publik, sehingga melarikan diri dari valley pun tidak ada artinya.
Kemudian, saya pun tersadar akan sesuatu: saya masih cinta apa yang saya lakukan. Peralihan yang terjadi di Apple tidak mempengaruhi pemikiran tersebut. Saya memang dipecat, tetapi saya masih mencintai bidang ini. Maka saya pun memutuskan untuk memulainya kembali.
Di kemudian hari, saya merasakan bahwa pemecatan saya oleh Apple merupakan hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup saya. Beban untuk menjadi sukses digantikan oleh langkah yang ringan sebagai seorang pemula lagi, sedikit keyakinan terhadap segala sesuatu. Hal tersebut membuat saya memasuki salah satu periode paling kreatif dalam hidup saya.
Dalam lima tahun selanjutnya, saya memulai sebuah perusahaan yang diberi nama NeXT dan Pixar, dan saya pun jatuh cinta kepada seorang wanita yang mempesona yang kemudian menjadi istri saya. Pixar kemudian memulai untuk menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang menjadi studio animasi film terbaik di dunia. Kemudian terjadi peralihan yang luar biasa, Apple membeli NeXT, saya kembali ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung teknologi Apple saat ini. Dan Laurene dan saya mempunyai sebuah keluarga yang bahagia.
Saya yakin semua tidak akan pernah terjadi jika saya tidak dipecat oleh Apple. Ini merupakan obat mujarab yang sangat pahit, tapi setiap pasien membutuhkannya, saya pikir. Kadang-kadang kehidupan menghancurkan anda dengan amat kejam. Jangan hilang kepercayaan. Saya yakin bahwa satu hal yang bisa membuat saya bertahan adalah bahwa saya mencintai apa yang saya lakukan. Kita harus mencari apa yang sebenarnya kita cintai. Dan adalah benar bahwa pekerjaan kita adalah kekasih kita. Pekerjaan kita akan mengisi sebagian besar hidup kita.
Dan satu-satunya jalan untuk bisa mencapai kepuasan sejati adalah melakukan apa yang kamu yakini adalah kerja yang hebat. Dan satu-satunya jalan melakukan kerja yang hebat adalah mencintai apa yang kamu lakukan. Jika kita belum menemukannya, carilah! Jangan diam!
Karena ini semua berhubungan dengan hati, kita akan mengetahuinya ketika kita menemukannya. Dan seperti sebuah hubungan yang hebat, hal itu akan menjadi lebih baik dan lebih baik dengan bergulirnya waktu.
Jadi, tetaplah mencarinya sampai kalian menemukannya. Jangan diam!


CERITA KETIGA SAYA ADALAH TENTANG KEMATIAN.

Ketika saya berumur 17 tahun, saya membaca sebuah moto: "Jika kita hidup setiap hari seperti hari terakhir bagi kita, kita akan menciptakan sesuatu yang benar-benar besar akhirnya." Moto tersebut
sangatlah mengesankan saya, dan sejak itu, selama hampir 33 tahun, saya bercermin setiap pagi dan bertanya kepada diri saya sendiri:
"Jika hari ini adalah hari terakhir saya, apakah saya akan melakukan apa yang seharusnya saya lakukan?" Dan ketika jawabannya "tidak", saya tau bahwa ada sesuatu yang harus saya rubah.
Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah alat yang sangat penting dalam membantu membuat pilihan-pilihan besar dalam hidup saya.
Oleh karena hampir segalanya-- harapan, status, ketakutan, rasa malu, atau gagal-semuanya akan sirna ketika kita menghadapi kematian. Dan hanya meninggalkan apa yang benar-benar penting. Mengingat bahwa anda akan segera mati adalah jalan terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan pemikiran bahwa anda memiliki sesuatu yang harus anda lepaskan. Kita semua sudah telanjang. Tidak ada alasan anda tidak mengikuti apa kata hati anda.
Sekitar setahun lalu, saya didiagnosa mengidap kanker. Saya dipindai pada jam 7.30 pagi, dan hasilnya menunjukkan dengan jelas ada segumpal tumor pada pankreas saya. Saya bahkan tidak mengetahui apa itu pankreas. Dokter mengatakan bahwa ini merupakan jenis kanker yang
 hampir tidak dapat disembuhkan, dan harapan hidup saya tidak lebih dari tiga sampai enam bulan lagi. Dokter saya menyarankan saya untuk beristirahat di rumah dan melakukan hal-hal yang sangat saya inginkan, di mana ini merupakan sebuah kode darinya untuk mempersiapkan kematian. Ini berarti saya harus mencoba untuk menceritakan kepada anak-anakmu apa yang kamu pikirkan dalam 10 tahun ke depan hanya dalam beberapa bulan. Ini berarti bahwa saya harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik sehingga segalanya menjadi lebih mudah bagi keluarga saya. Ini berarti saya harus mengucapkan perpisahan.
Saya hidup dengan diagnosis tersebut sepanjang hari. Sampai pada suatu senja saya melakukan biopsi, di mana mereka memasukkan sebuah endoskop ke tenggorokan, melewati perut, dan memasukkannya ke usus besar saya. Kemudian dokter akan memasukkan jarum ke pankreas saya dan
mengambil beberapa sel kanker dari tumornya. Saya sudah ikhlas, akan tetapi istri saya yang mendampingi saya, mengatakan bahwa ketika mereka mengamati sel-sel itu dengan mikroskop para dokter terharu mengetahui bahwa kanker tersebut berubah ke dalam bentuk kanker pankreas yang
sangat jarang dan itu semua dapat disembuhkan dengan operasi bedah.
Saya kemudian dibedah dan akhirnya saya baik-baik saja sekarang.
Waktu-waktu itu merupakan waktu yang paling dekat bagi saya menghadapi kematian, dan saya harapkan dalam beberapa dekade ke depan.
Menghadapi itu semua, saya dapat mengatakan kepada kalian dengan sedikit lebih yakin waktu kematian merupakan sebuah konsep intelektual yang berguna dan murni:
Tidak ada seorang pun yang ingin mati. Bahkan orang yang menginginkan masuk surga pun tidak ingin mati untuk mendapatkannya.
Namun kematian merupakan sebuan tujuan yang kita semua miliki. Tidak ada seorang pun yang dapat lolos darinya. Dan memang demikian adanya, karena kematian merupakan penemuan terhebat dalam kehidupan.
Ia merupakan agen pengubah kehidupan. Ia akan menyingkarkan yang tua untuk membuka jalan bagi yang lebih muda. Sekarang ini masih baru bagi kalian, tetapi suatu hari tidak lama dari sekarang, kalian akan menjadi tua dan akan tersingkir. Maafkan jika terlalu didramatisasi, tapi ini benar adanya.
Waktu kita sangat terbatas, jadi jangan buang itu percuma untuk hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma hidup dengan hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan suara-suara orang lain yang akan meredam suara hati kita sendiri. Dan yang terpenting, mempunyai keberanian untuk mengikuti hati dan intuisi anda. Entah bagaimana caranya, mereka telah mengetahui apa yang benar-benar kalian ingin lakukan. Selain itu semua hanyalah pelengkap.
Ketika saya masih muda, terdapat sebuah publikasi yang sangat mengagumkan yang bernama The Whole Earth Catalog, yang mirip seperti sebuah kitab suci dalam generasi saya. Publikasi ini diciptakan oleh seorang mahasiswa bernama Stewart Brand di Menlo Park, tidak jauh dari sini, dan dan dia membawanya ke dalam kehidupan dengan sentuhan puitisnya. Ini semua terjadi pada akhir tahun 1960-an, sebelum PC dipublikasikan, sehingga itu semua dibuat oleh juru tik, gunting, dan kamera polaroid. Ini semua seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum Google lahir; Itu semua sangatlah idealistis, dan dibanjiri dengan alat-alat dan pemikiran yang hebat.
Stewart dan timnya mempublikasikan beberapa issue dalam The Whole Earth Catalog, dan ketika dimulai kursus tentang itu, mereka mempublikasikan Final Issue. Itu terjadi pada pertengahan 70-an,
ketika saya seusia kalian. Pada sampul belakang dari Final Issue mereka terdapat foto sebuah jalan di pedesaan pada waktu pagi hari, yang mungkin akan membuat kita berpikir untuk menjelajahinya jika kita berjiwa petualang. Di bawahnya terdapat kata-kata: "Stay Hungry. Stay Foolish." Kata-kata tersebut merupakan pesan terakhir mereka sebelum mereka lulus. Stay Hungry. Stay Foolish. Dan saya selalu mengingatkannya kepada diri saya.
Dan sekarang, dengan kelulusan kalian semua, saya mengharapakannya kepada kalian semua.
 Stay Hungry. Stay Foolish.

nih belum di translate :


'You've got to find what you love,' Jobs says

This is the text of the Commencement address by Steve Jobs, CEO of Apple Computer and of Pixar Animation Studios, delivered on June 12, 2005.

I am honored to be with you today at your commencement from one of the finest universities in the world. I never graduated from college. Truth be told, this is the closest I've ever gotten to a college graduation. Today I want to tell you three stories from my life. That's it. No big deal. Just three stories.

The first story is about connecting the dots.

I dropped out of Reed College after the first 6 months, but then stayed around as a drop-in for another 18 months or so before I really quit. So why did I drop out?

It started before I was born. My biological mother was a young, unwed college graduate student, and she decided to put me up for adoption. She felt very strongly that I should be adopted by college graduates, so everything was all set for me to be adopted at birth by a lawyer and his wife. Except that when I popped out they decided at the last minute that they really wanted a girl. So my parents, who were on a waiting list, got a call in the middle of the night asking: "We have an unexpected baby boy; do you want him?" They said: "Of course." My biological mother later found out that my mother had never graduated from college and that my father had never graduated from high school. She refused to sign the final adoption papers. She only relented a few months later when my parents promised that I would someday go to college.

And 17 years later I did go to college. But I naively chose a college that was almost as expensive as Stanford, and all of my working-class parents' savings were being spent on my college tuition. After six months, I couldn't see the value in it. I had no idea what I wanted to do with my life and no idea how college was going to help me figure it out. And here I was spending all of the money my parents had saved their entire life. So I decided to drop out and trust that it would all work out OK. It was pretty scary at the time, but looking back it was one of the best decisions I ever made. The minute I dropped out I could stop taking the required classes that didn't interest me, and begin dropping in on the ones that looked interesting.

It wasn't all romantic. I didn't have a dorm room, so I slept on the floor in friends' rooms, I returned coke bottles for the 5¢ deposits to buy food with, and I would walk the 7 miles across town every Sunday night to get one good meal a week at the Hare Krishna temple. I loved it. And much of what I stumbled into by following my curiosity and intuition turned out to be priceless later on. Let me give you one example:

Reed College at that time offered perhaps the best calligraphy instruction in the country. Throughout the campus every poster, every label on every drawer, was beautifully hand calligraphed. Because I had dropped out and didn't have to take the normal classes, I decided to take a calligraphy class to learn how to do this. I learned about serif and san serif typefaces, about varying the amount of space between different letter combinations, about what makes great typography great. It was beautiful, historical, artistically subtle in a way that science can't capture, and I found it fascinating.

None of this had even a hope of any practical application in my life. But ten years later, when we were designing the first Macintosh computer, it all came back to me. And we designed it all into the Mac. It was the first computer with beautiful typography. If I had never dropped in on that single course in college, the Mac would have never had multiple typefaces or proportionally spaced fonts. And since Windows just copied the Mac, its likely that no personal computer would have them. If I had never dropped out, I would have never dropped in on this calligraphy class, and personal computers might not have the wonderful typography that they do. Of course it was impossible to connect the dots looking forward when I was in college. But it was very, very clear looking backwards ten years later.

Again, you can't connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in your future. You have to trust in something — your gut, destiny, life, karma, whatever. This approach has never let me down, and it has made all the difference in my life.

My second story is about love and loss.

I was lucky — I found what I loved to do early in life. Woz and I started Apple in my parents garage when I was 20. We worked hard, and in 10 years Apple had grown from just the two of us in a garage into a $2 billion company with over 4000 employees. We had just released our finest creation — the Macintosh — a year earlier, and I had just turned 30. And then I got fired. How can you get fired from a company you started? Well, as Apple grew we hired someone who I thought was very talented to run the company with me, and for the first year or so things went well. But then our visions of the future began to diverge and eventually we had a falling out. When we did, our Board of Directors sided with him. So at 30 I was out. And very publicly out. What had been the focus of my entire adult life was gone, and it was devastating.

I really didn't know what to do for a few months. I felt that I had let the previous generation of entrepreneurs down - that I had dropped the baton as it was being passed to me. I met with David Packard and Bob Noyce and tried to apologize for screwing up so badly. I was a very public failure, and I even thought about running away from the valley. But something slowly began to dawn on me — I still loved what I did. The turn of events at Apple had not changed that one bit. I had been rejected, but I was still in love. And so I decided to start over.

I didn't see it then, but it turned out that getting fired from Apple was the best thing that could have ever happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life.

During the next five years, I started a company named NeXT, another company named Pixar, and fell in love with an amazing woman who would become my wife. Pixar went on to create the worlds first computer animated feature film, Toy Story, and is now the most successful animation studio in the world. In a remarkable turn of events, Apple bought NeXT, I returned to Apple, and the technology we developed at NeXT is at the heart of Apple's current renaissance. And Laurene and I have a wonderful family together.

I'm pretty sure none of this would have happened if I hadn't been fired from Apple. It was awful tasting medicine, but I guess the patient needed it. Sometimes life hits you in the head with a brick. Don't lose faith. I'm convinced that the only thing that kept me going was that I loved what I did. You've got to find what you love. And that is as true for your work as it is for your lovers. Your work is going to fill a large part of your life, and the only way to be truly satisfied is to do what you believe is great work. And the only way to do great work is to love what you do. If you haven't found it yet, keep looking. Don't settle. As with all matters of the heart, you'll know when you find it. And, like any great relationship, it just gets better and better as the years roll on. So keep looking until you find it. Don't settle.

My third story is about death.

When I was 17, I read a quote that went something like: "If you live each day as if it was your last, someday you'll most certainly be right." It made an impression on me, and since then, for the past 33 years, I have looked in the mirror every morning and asked myself: "If today were the last day of my life, would I want to do what I am about to do today?" And whenever the answer has been "No" for too many days in a row, I know I need to change something.

Remembering that I'll be dead soon is the most important tool I've ever encountered to help me make the big choices in life. Because almost everything — all external expectations, all pride, all fear of embarrassment or failure - these things just fall away in the face of death, leaving only what is truly important. Remembering that you are going to die is the best way I know to avoid the trap of thinking you have something to lose. You are already naked. There is no reason not to follow your heart.

About a year ago I was diagnosed with cancer. I had a scan at 7:30 in the morning, and it clearly showed a tumor on my pancreas. I didn't even know what a pancreas was. The doctors told me this was almost certainly a type of cancer that is incurable, and that I should expect to live no longer than three to six months. My doctor advised me to go home and get my affairs in order, which is doctor's code for prepare to die. It means to try to tell your kids everything you thought you'd have the next 10 years to tell them in just a few months. It means to make sure everything is buttoned up so that it will be as easy as possible for your family. It means to say your goodbyes.

I lived with that diagnosis all day. Later that evening I had a biopsy, where they stuck an endoscope down my throat, through my stomach and into my intestines, put a needle into my pancreas and got a few cells from the tumor. I was sedated, but my wife, who was there, told me that when they viewed the cells under a microscope the doctors started crying because it turned out to be a very rare form of pancreatic cancer that is curable with surgery. I had the surgery and I'm fine now.

This was the closest I've been to facing death, and I hope its the closest I get for a few more decades. Having lived through it, I can now say this to you with a bit more certainty than when death was a useful but purely intellectual concept:

No one wants to die. Even people who want to go to heaven don't want to die to get there. And yet death is the destination we all share. No one has ever escaped it. And that is as it should be, because Death is very likely the single best invention of Life. It is Life's change agent. It clears out the old to make way for the new. Right now the new is you, but someday not too long from now, you will gradually become the old and be cleared away. Sorry to be so dramatic, but it is quite true.

Your time is limited, so don't waste it living someone else's life. Don't be trapped by dogma — which is living with the results of other people's thinking. Don't let the noise of others' opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition. They somehow already know what you truly want to become. Everything else is secondary.

When I was young, there was an amazing publication called The Whole Earth Catalog, which was one of the bibles of my generation. It was created by a fellow named Stewart Brand not far from here in Menlo Park, and he brought it to life with his poetic touch. This was in the late 1960's, before personal computers and desktop publishing, so it was all made with typewriters, scissors, and polaroid cameras. It was sort of like Google in paperback form, 35 years before Google came along: it was idealistic, and overflowing with neat tools and great notions.

Stewart and his team put out several issues of The Whole Earth Catalog, and then when it had run its course, they put out a final issue. It was the mid-1970s, and I was your age. On the back cover of their final issue was a photograph of an early morning country road, the kind you might find yourself hitchhiking on if you were so adventurous. Beneath it were the words: "Stay Hungry. Stay Foolish." It was their farewell message as they signed off. Stay Hungry. Stay Foolish. And I have always wished that for myself. And now, as you graduate to begin anew, I wish that for you.

Stay Hungry. Stay Foolish.

Thank you all very much.

6 comments:

  1. thnks infonya yah...sukses selalu sob

    ReplyDelete
  2. fotoku pas cilik kuwi..
    http:ayamrocker.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. keren bangett,..... infonya mantepp banget....
    membantu saya yang lagi nyari pencerahan.

    ReplyDelete
  4. @ppob sama2 gan :)
    @jhon caro diyoutube ^^

    ReplyDelete